Kamis, 08 Januari 2009

The Spirit Carries On

I may never understand why.
I may never prove what I know to be true,
but I know that I still have to try.
-----
Move on, be brave! Don’t weep at my grave!
because I’m no longer here.
But please never let your memory of me disappear.

Ketika Tuhan Menyulam Kehidupan Gw

Gw pernah mikir. Tuhan tengah bercanda dengan kehidupan gw. Tuhan tengah menguji ‘urat geli’ gw dalam menyikapi masalah. Duh, rasanya baru kemarin gw menyusut airmata. Tapi, hari ini gw belajar bersyukur dengan apa yang ada. Segala yang gw punya sekarang, dan yang akan datang, karena Tuhan sayang gw.
Gw juga belajar meyakini ngga ada yang ngga bisa dihadapi. Gw ngga perlu orang lain buat menawarkan duka gw. Cukuplah Tuhan. “Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku." Kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri." (QS. Az Zumar: 38).
Seperti yang temen2 gw bilang. Tuhan tengah menyulam kehidupan gw. Dari sini. Dari bawah sini, gw belum liat gambaran jelasnya. Masih benang kusut. Mungkin nanti, setelah semua terpolakan dengan baik. Gw bakal liat taman bunga, pantai indah, biru langit atau pegunungan hijau. Gw Cuma perlu bersabar, untuk melihat pelangi sehabis hujan.
Ternyata, sabar itu ngga mudah. Putus asa, resah dan ketidakpercayaan kerap menggerogoti keyakinan gw. Gw tergoda untuk berkeluh kesah, meratapi nasib dan mengasihani diri sendiri. Gw tergoda untuk mencari pembenaran, yang kadang menyesatkan.
Sehabis sholat kemarin, gw bener2 di kasih liat sama Tuhan. Bahwa Dia yang paling berkuasa terhadap hati manusia. Allah maha penggerak hati manusia. Apapun yang Dia inginkan terjadi, maka terjadilah. Hidup gw, bukan hanya di lingkaran ini aja. Masih banyak yang tidak seberuntung gw.
Gw ngga perlu bersedih dengan apa yang hilang di hidup gw. Gw hanya perlu percaya, Allah bakal mengganti yang hilang dengan yang lebih baik. Gw hanya perlu percaya, Allah ngga akan membiarkan gw tergagap menggapai2 dalam kemalangan. Uluran tanganNya, masih ada buat gw. Bahwa Dia tidak Tidur, dan tahu gw berserah kepadaNya.
Gw Cuma harus bersabar. Menanti sulaman kehidupan gw, yang telah Tuhan rencanakan, dan pasti hasilnya indah. Amien.

Senin, 05 Januari 2009

Gw Punya Allah

Gw punya Allah..

‘Mengapa dia berharap kepada selain Aku ketika dirinya sedang berada dalam kesulitan?
Padahal sesungguhnya kesulitan itu berada di tangan-Ku dan hanya Aku yang dapat menyingkirkannya.
Mengapa dia berharap kepada selain Aku dengan mengetuk pintu-pintu lain padahal pintu-pintu itu tertutup?
Padahal, hanya pintu-Ku yang terbuka bagi siapa pun yang berdoa memohon pertolongan dari-Ku... (hadist qudsi)’

La tahzan ya khumaira, Allah sayarchoudouki
Jangan bersedih wahai yang kemerah-merahan, Allah akan menunjukkan jalanNya

Siapa yang tahu rahasia Allah? Dulu-dulu, gw pengen banget punya kemampuan, buat ngintip buku kehidupan gw. Bakal ngapain gw lima tahun kedepan, sebulan kedepan, atau besok. Tp sebagai manusia, gw diharuskan untuk meyakini, bahwa apapun rencana Tuhan, setiap kesukaran selalu ada kemudahan, dan datengnya berbarengan. (Al Insyirah ayat 6 dan 7 : “Sesungguhnya sesudah kesukaran itu ada kemudahan, dan sesungguhnya sesudah kesukaran itu ada kemudahan”.)

Tapi yang namanya manusia, putus asa dan sedih yang berlebihan sering mendominasi perasaan, ketimbang percaya rencanaNya akan berakhir indah, atau bersyukur atas kemudahan yang kadang tak tampak karena terlampau berduka. Duh, teorinya emang gampang banget! Tapi prakteknya…? Tetep aja babak belur hati gw.

Kali ini, gw di ‘coba’ lagi. Mungkin gw di tes. Apa udah tahan banting atau belon. Gw ngga tahu, lulus atau ngga tes ini. Diawal-awal cobaan, gw bahkan sangat emosional. Gw ngga yakin ada sebuah kebaikan dibalik cobaan ini. Gw merasa menjadi org yang paling malang seduni. Padahal gw tahu, Allah ngga pernah punya rencana buruk buat hambaNya. Astagfurullah… “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”(Al Qur’an, S 1:185).


Tahu, nggak? Begitu besar makna ayat itu, sehingga Allah perlu mengulangnya dua kali. Intinya sih, agar kita jangan putus asa, trs tetap berusaha semaksimal mungkin mencari jalan keluar dari berbagai kesulitan yang dihadapi, dengan keyakinan akan datang kemudahan di satu saat nanti. Trus, kita diharuskan untuk selalu berprasangka baik (ber-khusnuzhan) dalam menerima seberapapun besar kesukaran yang kita hadapi.

Nah, gw? Yang ada malah mellow, yellow, jellow tak menentu. Bener2 gw terlalu bodoh, buat meyakini makna sebenarnya terjadi di balik sebuah kesukaran ? “Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah), karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak ". (An-Nisa ayat 19)

Sms dari seorang sahabat, membuat gw tertegun. Sebagai org yang lagi duka nestapa bermuram durja (caela…lebay!), gw selalu ingin mendengar kata-kata penghiburan. Tp sahabat gw ini sangat realistis. Dan gw berhenti mengasihani diri sendiri lagi. Gw yakin gw ngga sendiri. Gw punya Allah…

Jumat, 12 Desember 2008

Ini diculik dari blognya Haryo

Anak Mall

Di Pontianak, Leavy, wartawan Pontianak Pos sering mengejek saya sebagai anak mall. “Budak-budak (anak-anak, maksudnya) lain masih liputan, Haryo sudah di mall. Cemane tu,” ujar dia.

Awalnya, Mal Gajah Mada merupakan target utama. Namun seiring hijrahnya Toko Buku Gramedia ke Mega Mall, maka saya lebih sering menyambangi mal itu. Lebih sering? Maksudnya sering sekali, seminggu bisa empat kali.

Di mal, saya paling sering beli buku, beli CDs, nonton film, hingga belanja di hypermart untuk membeli makanan—yang biasanya dijarah Leavy juga. Buat saya, mal adalah oase dalam menjalani tugas di Pontianak. Mohon maaf, tapi segalanya tersedia. Di Pontianak, mal juga jadi melting pot utama, penuh sesak, ketika… kabut asap menyelimuti kota.

By the way, sembari membereskan kertas-kertas di meja kerja, saya menemukan fotokopian Catatan Pinggir Majalah Tempo, 13 Mei 2007, yang ditulis Goenawan Mohammad, judulnya singkat, “Mall”. Buat saya, tulisan ini luar biasa! Anda akan sependapat dengan saya….

MALL (oleh Goenawan Mohammad)

Jika tuan berdiri di salah satu sudut Senayan City, tuan akan tahu bagaimana malam berubah sebagaimana juga dunia berubah. Di ruangan yang luas dan disejukkan pengatur udara, cahaya listrik tak pernah putus. Iklan dalam gambar senantiasa bergerak, bunyi musik menyusup lewat ratusan iPod ke bagian diri yang paling privat, dan lorong-lorong longgar itu memajang bermeter-meter etalase dengan busana dan boga.

Sepuluh, bukan, lima tahun yang lalu, malam tidak seperti ini. Juga dunia, juga kenikmatan dan kegawatannya.

Hari itu saya duduk minum kopi di salah satu kafe di salah satu mall di Jakarta, dan tiba-tiba saya merasa bodoh: saya tak tahu berapa mega-kilowatt listrik dikerahk an untuk membangun kenikmatan yang tersaji buat saya hari itu. Saya merasa bodoh, ketika saya ingat, pada suatu hari di Tokyo, di tepi jalan yang meriah di Ginza, teman saya, seorang arsitek Jepang, menunjukkan kepada saya mesin jajanan yang menawarkan Coca-Cola dan kripik kentang. "Tahukah Tuan," tanyanya, "jumlah tenaga listrik yang dipakai oleh mesin jenis ini di seluruh Jepang?

Saya menggeleng, dan ia menjawab, Jumlahnya lebih besar ketimbang jumlah tenaga listrik yang tersedia buat seluruh Bangladesh.

Ia berbicara tentang ketimpangan, tentu. Ia ingin saya membayangkan rumah-rumah sakit yang harus menyelamatkan nyawa manusia di sebuah negeri miskin yang ternyata tak punya daya sebanyak 10 buah mesin jajanan di negeri kaya mesin yang menawarkan sesuatu yang sebetulnya tak perlu bagi hidup manusia.

Saya merasa bodoh, mungkin juga merasa salah. Seandainya bisa saya hitung berapa kilowatt energi yang ditelan oleh sebuah mall di Jakarta, di mana saya duduk minum kopi dengan tenang, mungkin saya akan tahu seberapa timpang jumlah itu dibandingkan dengan seluruh tenaga listrik buat sebuah kabupaten nun di pedalaman Flores .

Tapi tak hanya itu sebenarnya. Kini banyak orang tahu, ketimpangan seperti itu hanya satu fakta yang gawat dan menyakitkan. Ada fakta lain: kelak ada sesuatu yang justru tak timpang, sesuatu yang sama: sakit dan kematian.

Konsumsi energi berbeda jauh antara di kalangan yang kaya dan kalangan miskin, tapi bumi yang dikuras adalah bumi yang satu, dan ozon yang rusak karena polusi ada di atas bumi yang satu, dengan akibat yang juga mengenai tubuh siapa saja termasuk mereka yang tak pernah minum kopi dalam mall, di sudut miskin di Flores atau Bangladesh, orang-orang yang justru tak ikut mengotori cuaca dan mengubah iklim dunia.

Dengan kata lain, tak ada pemerataan kenikmatan dan keserakahan, tapi ada pemerataan dalam hal penyakit kanker kulit yang akan menyerang dan air laut yang menelan pulau ketika bumi memanas dan kutub mencair. Orang India, yang rata-rata hanya mengkonsumsi energi 0,5 kW, akan mengalami bencana yang sama dengan orang Amerika, yang rata-rata menghabisi 11,4 kW.

"Saya tak lagi berpikir tentang keadilan dunia," kata teman Jepang itu pula, "terlalu sulit, terlalu sulit." Beberapa tahun kemudian ia meninggalkan negerinya.

Saya dengar ia hidup di sebuah dusun di negeri di Amerika Latin, membuat sebuah usaha kecil dengan mengajak penduduk menghasilkan sabun yang bukan jenis detergen, mencoba menanam sayuran organik sehingga tak banyak bahan kimia yang ditelan dan dimuntahkan. Tapi kata-katanya masih terngiang-ngiang, "terlalu sulit, terlalu sulit."

Mungkin memang terlalu sulit untuk menyelamatkan dunia. Saya baca hitungan itu: dalam catatan tahun 2002, emisi karbon dioksida dari seluruh Amerika Serikat mencapai 24% lebih dari seluruh emisi di dunia, sedangkan dari Vanuatu hanya 0,1%, tapi naiknya permukaan laut di masa depan akibat cairnya es di kutub utara mungkin akan menenggelamkan negeri di Lautan Teduh itu dan tak menenggelamkan Amerika.

Ingin benar saya tak memikirkan ketidakadilan dunia, tapi manusia juga menghadapi ketidakadilan antargenerasi. Mereka yang kini berumur di atas 50 tahun pasti telah lama menikmati segala hal yang dibuat lancar oleh bensin, batu bara, dan tenaga nuklir. Tapi mungkin sekali mereka tak akan mengalami kesengsaraan masa depan yang akan dialami mereka yang kini berumur 5 tahun. Dalam 25 tahun mendatang, kata seorang pakar, emisi C02 yang akan datang dari Cina bakal dua kali lipat emisi dari seluruh wilayah Amerika, Kanada, Eropa, Jepang, Australia, Selandia Baru. Apa yang akan terjadi dengan bumi bagi anak cucu kita?

"Terlalu sulit, terlalu sulit," kata teman Jepang itu.

Ekonomi tumbuh karena dunia didorong keinginan hidup yang lebih layak. "Lebih layak" adalah sesuatu yang kini dikenyam dan sekaligus diperlihatkan mereka yang kaya . Kini satu miliar orang Cina dan satu miliar orang India memandang mobil, televisi, lemari es, mungkin juga baju Polo Ralph Lauren dan parfum Givenchy sebagai indikator kelayakan, tapi kelak, benda-benda seperti itu mungkin berubah artinya. Jika 30% dari orang Cina dan India berangsur-angsur mencapai tingkat itu seperempat abad lagi, ada ratusan juta manusia yang selama perjalanan seperempat abad nanti akan memuntahkan segala hal yang membuat langit kotor dan bumi retak. Seperempat abad lagi, suhu bumi akan begitu panas, jalan akan begitu sesak, dan mungkin mobil, lemari es, baju bermerek, dan perjalanan tamasya hanya akan jadi benda yang sia-sia.

Mungkin orang harus hidup seperti di surga. Konon, di surga segala sesuatu yang kita hasratkan akan langsung terpenuhi. Itu berarti, tak akan ada lagi hasrat. Atau hasrat jadi sesuatu yang tak relevan; ia tak membuat hidup mengejar sesuatu yang akhirnya sia-sia. Tapi akankah saya mau, seperti teman Jepang itu, pergi ke sebuah dusun di mana tak ada mall, tak ada bujukan untuk membeli, dan hidup hampir seperti seorang rahib? Di mall itu, saya melihat ke sekitar. Terlalu sulit, terlalu sulit, pikir saya.

dari: Majalah Tempo Edisi. 10/XXXIIIIIII/ 07 - 13 Mei 2007

Jumat, 14 November 2008

I Remember…


Posting tulisan ini, sambil teringat lagunya Mocca – I remember. Sungguh ajaib, apa yang bisa direkam oleh (pinjem istilah Hercule Poirot) sel-sel kelabu yang ada di dalam kepala kita. Gimana sel-sel kelabu tersebut bisa menyimpan memori dengan detil. Gimana satu kepala dengan kepala yang lainnya, merekam dengan angle yang berbeda.
Ini cerita, saat gw iseng, mengirim SMS kepada seorang temen lama. Temen lama banget (wave Aam). Lalu bertukar ID YM, email dan bertukar kisah. Dan gw takjub banget ketika secara detil, dia mampu merekam beberapa penggalan adegan, di kehidupan masa kecil gw. Dia juga mampu menginterpretasikan sifat gw secara lengkap. Hua…
Waktu emang cepet sekali berlalu. Gw masih inget. Dulu, waktu gw SD. Gw selalu lewat jalan yang sama menuju rumah. Jalan pintas yang penuh dengan pohon2 rindang, di kawasan Pontianak Selatan. Saat itu, pengalaman gw pulang sendirian dr sekolah, sebagai anak pindahan dari Bandung. Gw inget situasinya, perasaan gw saat itu, bahkan bau lembab tanah, di bawah pohon2 yang gw lewati.
Gw juga inget khayalan gw saat itu. Gw pengen banget SMA, hehehe. Karena, gw melewati rumah anak SMA, yang sering rame dengan temen2nya. Ketawa2. Kayaknya seneng banget, dan hip banget mereka di mata gw. Bahkan, suatu waktu gw menemukan buku diary Genk cewek anak SMA itu. Kayaknya dibuang deh. Gw baca percakapan di diary genk tersebut. Dari bahasan pacar, pelajaran, temen, sampe film. Duh, gw sampe ngga sabar pengen SMA. Dodol kan?
Leavy enam tahun, ngga nyangka bahwa setelah besar, dia bakal nemuin kehidupan yang sebenarnya. Petualangan dan masalah yang nyata. Bukan hanya masalah kehilangan arah, saat piknik dengan bekal nasi rendang, di kebun rambutan orang belakang rumah. Tapi belantara hidup yang sesungguhnya.
Masih seputar perbincangan gw dengan temen gw itu. Gw seperti disadarkan akan satu hal. Jangan pernah meremehkan atau bahkan menyesali penggalan kehidupan yang udah berlalu. Trus, potongan adegan dlm kehidupan kita, bukan mustahil berpengaruh pada kehidupan orang lain. Sama kayak anak2 SMA itu. Mereka ngga nyadar, mereka udah menjadi inspirasi buat gw, hingga gw gede.
Gw juga teringat, curhat seorang temen. Yang kemudian berterima kasih banget ke gw, karena suatu tindakan gw ke dia. Ini jaman gw kuliah. Temen gw ini, bukan termasuk orang yang populer di kampus. Pinter, tapi Ndeso banget. Temen2 bahkan nyaris suka lupa keberadaannya. Hingga suatu saat, gw satu kelompok praktikum ama dia. Dan gw mampir ke rumahnya –rumah bibinya, tepatnya- dan minta ajarin mata kuliah itu.
Dia bengong di depan pintu rumahnya. Lalu, kita jadi temenan. Bahkan dia curhat, bingung soal beasiswa atau ikatan dinas mana yang mau dia ambil usai kuliah. Gw jujur aja, ngga tahu mana yang baik menurut gw. Lalu gw anjurin brosing di internet, dan cari yang bener2 pas menurut dia, dan masa depan dia.
Lalu, ada satu tawaran yang menarik buat dia. Jujur, menurut gw ikatan dines itu cukup menantang, tapi dia harus pindah ke kota lain, dan dia ragu. “Hey, kamu ngga akan tahu susahnya kalo belon nyoba kan? Kita ngga akan tahu apa yang dipersimpangan, tapi kalo pun jatoh, setidaknya kita ngga akan lewat jalan yang sama,” kata gw sok bijak.
Gw udah lupa perkataan ini. Sampai, sebuah email datang. Isinya testimoni dari seorang bapak-bapak. Gw pangling banget tampangnya, dan ternyata dia temen lama gw. Udah berkeluarga, punya anak lucu, dan cukup sukses di karir. Dan dia inget setiap perkataan gw itu. Yang gw sendiri lupa.
Dia bilang, kaget gw mau berteman sm dia dulu. Walau mungkin gw ngga anggep itu pertemanan. Tapi dia seneng bisa kenal gw. Gw malu. Jujur, gw hanya sepintas lalu berteman ama dia. Ngga niat apa2 sih. Cuma iseng gw aja, dan gw butuh temen yang ngajarin gw mata kuliah itu. Gw gengsi belajar ama yang laen, lantaran stigma gw dulu yang tomboy, cuek, pelupa, dan ngga pinter2 amat. Gw tahu, temen2 ngga pernah menjadikan gw ‘ancaman’ dalam belajar. Krn gw biasa banget.
Klo pas pengumuman ujian. Nilai gw ngga pernah ditanya2 atau diliat2 temen2 laen. Jadi pas IP gw lumayan, semua pada mengerutkan kening. “Leavy? Segitu, tinggi juga ya,” tukas mereka. Tapi dasar gw ngga peduli akan eksistensi gw di kampus, hal ini ngga ngaruh di kehidupan sosial gw. Sabodo teuing! Hihihihi, belakangan gw nyadar, sikap apatis gw ini ngga bener juga.
Gw bahagia aja. Ternyata keberadaan gw di dunia ini bisa berarti buat seseorang. Ternyata hidup gw ngga hanya nyampah. Ternyata gw patut lebih banyak bersyukur. Bersyukur, gw udah lewati banyak fase di hidup gw. Punya keluarga yang mendukung gw, punya temen2 yang sayang gw, punya kerjaan yang gw suka, dan punya Panda. Finally…Amien!

Senin, 15 September 2008

OMG _oh My God..



Kalo lo terbaring selama seminggu penuh, dengan penuh penderitaan, pasti banyak hal yang terpikirkan oleh lo. Yea...gitu juga gw. Sakit bikin gw bener2 nggerasain siksa dunia, deh. Gimana ngga, selain ngarasain perut yang perih minta ampun, trus ngga bisa makan apa-apa, bahkan bergerak juga ngga bisa.Alhasil, terkaparlah gw dengan suksesnya di tempat tidur. Padahal gw baru dapet tiga hari puasa. Hiks...
Dan kemudian terpikirlah hal-hal yang tadinya ngga gw gubris. Pertama, gw ga punya tabungan. Pascaputuscintayangnestapa, gw bener2 habis2an. Sejatinya, lantaran gw hanya pengen membeli kebahagiaan. Tapi berapapun duit yang udah gw keluarin, sehingga menguras tabungan gw hasil kerja bertahun2, ngga bisa membuat gw sembuh dr putus cinta. Goblok ya? Tapi gitu deh. Hingga pada suatu malam, gw tertegun saat Dia ngomel2 ttg 'kemiskinan' gw. Yalah, secara Dia itu IMF gw hehehe. Gw disuruh mikir, gmn klo tiba2 ada keluarga gw yang sakit, dan gw ga punya tabungan. Huaaaaaa, jangan dong...
Trus ngga tahunya, belon 2 minggu kemudian, gw sakit dengan elegan, hehehe. Baru deh gw prangas-pringis sendiri. Lambung gw luka dan gw diduga demam berdarah..pake acara mimisan segala! Hua..kebayang dong hebohnya gw...masih sempet sms Dia, utk reportase langsung bahwa gw mimisan. Sementara bokap gw, lantaran liat gw tenang2 aja...beliau sibuk membahas tukang jualan Ta'jil. Pasalnya, dia hanya panik klo gw panik. “Si teteh itu kalo sakit beneran, pasti jadi diem dan tidur. Nah, ini mah masih bisa ketawa2,” lapornya pada nyokap gw...Nah lo...
Kemudian, saat gw terbaring dengan merana. Gw baru sadar bahwa organ tubuh gw sungguh-sungguh sangat berharga. Lambung gw luka aja bs bikin gw terkapar gt. Apalagi jika gw meneruskan niatan untuk menjual satu ginjal gw, buat beli mobil. Hehehe, ampun deh tobat. Lebih baik ginjal gw, gw donorkan jika gw meninggal kelak?
Apa? Meninggal? Hadoh...Ya Alloh, gmn ya? Gw belon siap ni..masih banyak yang belon gw lakukan buat bangsa dan negara. (Halah!) Yg jelas, dalam hidup aja, masih banyak yang belon gw sempurnain sebagai hambaMu. Sholat gw, subuhnya paling sering absen. Udah gt klo berdoa, pengen cepet2 dikabulkan. Udah gt selalu merasa paling menderita, udah gt gw suka ngga tahan cobaan, dan termehek2 lah gw ke Tuhan....ih...cemen lah gw ini. Tidak sesangar foto nomor tiga di album Public Photo, hehehe.
Bicara soal sangar, di temen2 wartawan gw emang terkenal paling galak.Klo ngga kena hati, gw pasti langsung nyolot. Gang Jalang -Jurnalis Langkau- (Langkau adl nama Cafe tempat kita kongkow) udh paham banget ama temperamen gw ini. Huhuhu, padahal gw pengen seperti cinderela, lembut dan perempuan seutuhnya.
Nah, ini lagi. Anak2 Jalang suka lupa akan gender gw. Waktu kita ekspedisi orang utan ke hutan Kalimantan. Saat ngga kemping di hutan, dan menemukan peradaban manusia, kita nginep di losmen. Trus...kita kan berenam dan gw cw satu-satunya. Trus mereka lupa nyediain satu kamar buat gw! Halah...akibatnya, setelah mo pesen lagi, kamar dan full. Dan tidurlah para lelaki itu bertumpuk2...hahhaha (tawa kemenangan).
Bicara soal lelaki. Hingga saat ini gw masih jomblo. Atau setengah jomblo, atau jomblo tidak jelas, atau apalah namanya...Mungkin tidak bener2 jomblo, tapi sebenernya ya jomblo. Hia...apaan ya?Ya gtu, deh..tapi sejujurnya, gw pengen menuntaskan metamorfosa gw sebagai manusia dengan hamil dan beranak. Masalahnya, untuk bisa gitu, gw harus punya laki. Laki yang sah secara hukum positif dan agama. Gw pengen ada yang panggil gw Mommy, Mama, Mom, atau Bunda (ini kalo panggilan lakinya Panda ya, heheheh)...itu aja Opsinya. Atau mungkin lucu kalo anak gw manggil gw V (baca; pi) aja ya...
Masalahnya nih, gw belon nemu laki2nya...udah mungkin, tapi gw belon yakin klo Dia yang Tuhan Kirim Buat Gw. Andai gw bisa tahu apa yang udah di goreskan Tuhan di buku hidup gw. Paling ngga nyontek dikit aja. Atau clue-nya aja lah...siapa tahu gw ketemu di Busway, di kopaja, di mall, di tempat liputan, di gunung, atau ku harus lari ke hutan atau ke pantai hehehehehe AADC banget.
Yah, tapi gw akhirnya dapet pelajaran. Disisa hidup gw, gw mesti bikin sesuatu yang berarti dan terencana. Karena kita ngga tahu besok akan ada apa. Gw berharap, gw bisa jadi manusia yang lebih baek, saat hidup gw kontraknya ngga di perpanjang lagi.Amien.

Kamis, 14 Agustus 2008

Teror Ayam...!!!


Yah, ini teror ayam. Bukan telor ayam. Kejadian memiris hati, sekaligus menegangkan ini terjadi di seputaran kemandoran, tepatnya di kawasan Jalan Pulau Kenanga. Sang ayam jago, dengan sombongnya, melintas ke sana ke mari. Si ayam ini memberikan teror bagi ibu-ibu dan anak-anak kecil yang sedang ngeliat persiapan perayaan 17-an.
Di pagi nan sejuk itu, gw dan spupu gw, Iseu, beserta anak buah; septi dan jeny (huahahahah) mencari bubur ayam. Di ujung depan jalan, tukang bubur ini biasa mangkal. Gw pergi dengan busana tidur, dan muka bantal dong  (halah, jorok aja bangga!)
Soalnya, gw sengaja ingin mengumbar kecantikan gw di pagi hari, sehabis bangun dari terlelap yang sebentar, lantaran terkena insomnia malemnya. Sori ya, tidak pake dahdir (baca: iler,red) Coz, sebagai mantan Miss Understanding, gw sudah dilatih utk tidak mengeluarkan cairan dari mulut saat tidur. Huh!
Kontan saja gw heran, lantaran jalan mendadak lengang. Ibu-ibu dan anaknya, mengintip dari pekarangan rumah. Bahkan ada yang naek ke kursi di teras masing2. Hehehe, ngga ding, hiperbola. Saat gw sampe di mulut jalan, gw mendapati ibu2 ribut ketawa-tawa. Lantaran si ayam sedang mengejar seorang ibu yang tengah menggendong anaknya.
Kontan saja pemandangan ini menjadi hiburan tersendiri bagi orang lain. Mungkin bahkan dengan kejam, dalam hatinya, berharap sang ayam lebih agresif lagi. Duh…sungguh, teganya, teganya, teganya, teganya…
Sejurus kemudian, si ibu lari menghampiri gw yang berada di deket tukang bubur. Kontan saja si Ise, dan anak buah gw yang liliput2 itu; Septi dan Jeny, jejeritan ngga jelas. Gw sih memandang ayam itu waspada. Agaknya, sang ayam ingin mengadu nyali ama kita. Pasalnya, begitu gw mencoba waspada dan tak bergeming dari tempat gw berpijak. Si ayam pun tak bergeming. Dia juga melangkah waspada.
Tapi saat si ibu bergeming dan lari tunggang langgang, sang ayam pun lari mengejar si ibu hingga ke dalem gang. Gw heran, si ayam kok punya naluri anjing herder ya. Waktu nelorin dia, si induk ayam ngidam apa. Saat sepupu gw dan liliput2 kecil mengelus dada lega, mereka pun menyantap bubur dengan tenang.
Pasalnya horor tak berhenti disitu saja. Waktu gw mau ke kantor. Gw liat si ayam belagu sedang petentengan, di deket kios jual pulsa. Sebut saja Si Jago (bukan nama sebenarnya,red), tengah matuk-matuk aspal ngga jelas. Gw mo beli pulsa esia dong. Jadi pastilah harus berjalan mendekati si Jago. Eh, si ayam menyadari. Tatapannya, bersimborok dengan gw. Gw agak jiper juga. Terlebih ketika si ayam mengambil ancang2 untuk menguber gw. Sumpah, dia mengambil ancang2! Kayak posisi start pelari jarak pendek gitu.
Gw lantas inget, bahwa ni ayam terkadang gede gaya doang. Lagian, masa gw kalah ama makanan kesukaan gw sih? Trus di ujung jalan itu, banyak abang2 ojek yang mangkal. Bakal jadi hiburan gratis klo gw di uber ayam. Kebayang malunya, gw lantas mengumpulkan nyali yang gw punya. Mungkin ikut hanyut saat gw keramas kali ya…pasalnya, ayam ini tampak siap beradu hidup atau mati ama gw…
Keringet dingin dong gw…lantas gw kemudian ngeliat sapu ijuk di deket kios. Dengan ujung mata, gw memastikan koordinat sapu ijuk itu. Kemudian gw secepat kilat beranjak ke sana. Si ayam pun menguber ke arah gw. Dan dengan senjata sapu ijuk itu…gw menggebuk ayam itu sampe keok.
Saat menggebuk, gw merasakan kepuasan (halah, apa coba!). Mungkin gini perasaan Ryan saat ngerjain korban2nya. Ih, gw berasa jadi psikopat! Sumpah, gw sampe ngeri dengan sisi bringasan dalam diri gw…(lebay lagi..)
Lalu, pascakekalahannya yang telak dan dipermalukan di depan khalayak umum. Si jago, agaknya masih penasaran dengan gw. Waktu gw pulang, ibu-ibu dan pemilik warung di jalan rumah gw, asyik masyuk bergosip. Bahwa, si ayam mulai menjajah gang gw….huaaahhhhh…